KEHIDUPAN INDONESIA SETELAH MERDEKA (Masa Orde Lama)
Pengertian Orde Lama
Orde Lama adalah sebutan
bagi masa pemerintahan Presiden Soekarno diIndonesia. Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia menggunakan
bergantian sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia menggunakan sistem pemerintahan
parlementer. Presiaden Soekarno
di gulingkan waktu Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando.
Pemerintahan Orde Lama
Secara umum proses perjalanan bangsa dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu, periode Orde Lama dan periode Orde Baru. Namun saat ini kita akan
sedikit mengulas masa pemerintahan pada orde lama. Orde Lama adalah istilah
yang diciptakan oleh Orde Baru. Bung Karno sangat keberatan masa
kepemimpinannya dinamai Orde Lama. BK lebih suka dengan nama Orde Revolusi.
Tapi BK tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer
Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot
Subroto Jakarta).
Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka
waktu tersebut, Indonesia menggunakan bergantian sistem ekonomi liberal dan
sistem ekonomi komando. Di saat menggunakan sistem ekonomi liberal, Indonesia
menggunakan sistem pemerintahan parlementer. Presiden Soekarno di gulingkan
saat Indonesia menggunakan sistem ekonomi komando. Sejak proklamasi kemerdekaan
17 Agustus 1945 bangsa Indonesia masuk dalam suatu babak kehidupan baru sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Dalam perjalanan sejarahnya bangsa
Indonesia mengalami berbagai perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan
dan ancaman yang membahayakan perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
serta mengisi kemerdekaan. Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan
instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik
balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Lama yang merupakan koreksi total
terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya
mekanisme, fungsi dan struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi
sosialisme komunisme.
Era 1950 - 1959 ialah era dimana presiden Soekarno memerintah
menggunakan konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950,
dimana periode ini berlangsung dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, pada saat itu terjadi demo
besar-besaran menuntut pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian
antara tiga negara bagian, Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur,
dan Negara Sumatera Timur dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan
pada tanggal 17 Agustus 1950. Sejak 17 Agustus 1950, Negara Indonesia
diperintah dengan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia
1950 yang menganut sistem kabinet parlementer. Pada masa ini terjadi banyak
pergantian kabinet diakibatkan situasi politik yang tidak stabil. Tercatat ada
7 kabinet pada masa ini.
1. 1950-1951 - Kabinet Natsir
Program kerja kabinet
Natsir atau masa kerja:
1. Mempersiapkan dan
menyelengarakan pemilihan umum untuk memilih Dewan Konstituante
2. Menyempurnakan susunan
pemerintahan dan membentuk kelengkapan negara
3. Menggiatkan usaha
mencapai keamanan dan ketentraman
4. Meningkatkan
kesejahteraan rakyat
5. Menyempurnakan organisasi
angkatan perang
6. Memperjuangkan
penyelesaian soal Irian Barat
Akan tetapi, belum sampai
program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam
usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka
pembentukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan
Masyumi.
2. 1951-1952 - Kabinet
Sukiman-Suwirjo
Program kerja kabinet
Sukiman :
1. Menjalankan berbagai
tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin keamanan dan ketentraman
serta menyempurnakan organisasi alat-alat kekuasaan negara
2. Membuat dan melakukan
rencana kemakmuran nasional dalam jangka pendek untuk mempertinggi kehidupan
sosial ekonomi rakyat dan mempercepat usaha penempatan bekas pejuang dalam
pembangunan
3. Menyelesaikan persiapan
pemilihan umum untuk membentuk Dewan Konstituante dan menyelengarakan pemilu
itu dalam waktu singkat serta mempercepat terlaksananya otonomi daerah
4. Menyiapkan undang-undang
pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja sama, penetapan upah minimum, dan
penyelesaian pertikaian buruh
5. Menjalankan politik luar
negeri bebas aktif
6. Memasukkan Irian Barat ke
dalam wilayah RI secepatnya
Kabinet Sukiman tidak
mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya
kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan
politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika
Serikat. Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan
bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan
persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga
bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif.
3.
1952-1953
- Kabinet Wilopo
Program kerja kabinet
Wilopo :
1. Mempersiapkan pemilihan
umum
2. Berusaha mengembalikan
Irian Barat ke dalam pangkuan RI
3. Meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan
4. Memperbarui bidang
pendidikan dan pengajaran
5. Melaksanakan politik luar
negeri bebas aktif
Kabinet Wilopo banyak
mengalami kesulitan dalam mengatasi timbulnya gerakan-gerakan kedaerahan dan
benih-benih perpecahan yang akan menggangu stabilitas politik Indonesia. Ketika
kabinet Wilopo berusaha menyelesaikan sengketa tanah perusahaan asing di
Sumatera Utara, kebijakan itu ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR
sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
4.
1953-1955
- Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Program kerja Kabinet
Ali-Wongsonegoro :
1. Menumpas pemberontakan
DI/TII di berbagai daerah
2. Melaksanakan pemilihan
umum
3. Memperjuangkan kembalinya
Irian Barat kepada RI
4. Menyelenggarakan
Konferensi Asia Afrika
Pada masa kabinet
Ali-Wongsonegoro, gangguan keamanan makin meningkat, antara lain munculnya
pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar di
Sulawesi Selatan. Meskipun dihinggapi berbagai kesulitan, kabinet
Ali-Wongsonegoro berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Oleh karena
itu, kabinet Ali-Wongsonegoro ikut terangkat namanya. Kabinet Ali-Wongsonegoro
akhirnya jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2 tahun (usia terpanjang).
Penyebab jatuhnya kabinet Ali-Wongsonegoro adalah perselisihan pendapat anatara
TNI-AD dan pemerintah tentang tata cara pengangkatan Kepala Staf TNI-AD
5.
1955-1956
- Kabinet Burhanuddin Harahap
Program kerja Kabinet
Burhanuddin :
1. Mengembalikan kewibawaan
moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan masyarakat
2. Akan dilaksanakan
pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan
korupsi
3. Perjuangan mengembalikan
Irian Barat
Pada masa Kabinet
Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet
ini menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan
Maret 1956.
6. 1956-1957 - Kabinet Ali
Sastroamidjojo II
Program kerja Kabinet Ali
II :
1. Menyelesaikan pembatasan
hasil KMB
2. Menyelesaikan masalah
Irian Barat
3. Pembentukan provinsi
Irian Barat
4. Menjalankan politik luar
negeri bebas aktif
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih
dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh kabinet Juanda.
7.
1957-1959
- Kabinet Djuanda
Program kerja Kabinet
Karya disebut Pancakarya yang meliputi :
1. Membentuk Dewan Nasional
2. Normalisasi keadaan RI
3. Melanjutkan pembatalan
KMB
4. Memperjuangkan Irian
Barat kembali ke RI
5. Mempercepat pembangunan
Politik Pada Masa Orde Lama
Politik dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri
dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Salah satu
kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan Indonesia menjadi
anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966 mengumumkan bahwa
Indonesia "bermaksud untuk melanjutkan kerjasama dengan PBB dan
melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB", dan menjadi anggota
PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun setelah Indonesia
diterima pertama kalinya.
Pada tahap awal, Soeharto menarik garis yang sangat tegas. Orde
Lama atau Orde Baru. Pengucilan politik - di Eropa Timur sering disebut
lustrasi - dilakukan terhadap orang-orang yang terkait dengan Partai Komunis
Indonesia. Sanksi kriminal dilakukan dengan menggelar Mahkamah Militer Luar
Biasa untuk mengadili pihak yang dikonstruksikan Soeharto sebagai pemberontak.
Pengadilan digelar dan sebagian dari mereka yang terlibat "dibuang"
ke Pulau Buru. Sanksi nonkriminal diberlakukan dengan pengucilan politik
melalui pembuatan aturan administratif. Instrumen penelitian khusus diterapkan
untuk menyeleksi kekuatan lama ikut dalam gerbong Orde Baru. KTP ditandai ET
(eks tapol).
Kondisi Ekonomi Masa Orde Lama
Keadaan ekonomi keuangan pada masa orde lama amat buruk, antara
lain disebabkan oleh:
1.
Inflasi yang sangat
tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga
mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata
uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2.
Adanya blokade ekonomi
oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar
negeri RI.
3.
Kas negara kosong.
4.
Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi, antara lain:
1.
Program Pinjaman
Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
2.
Upaya menembus blokade
dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta
Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura
dan Malaysia.
3.
Konferensi Ekonomi
Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi
dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
4.
Pembentukan Planning
Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947 Rekonstruksi dan Rasionalisasi
Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke
bidang-bidang produktif.
5.
Kasimo Plan yang
intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan
yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Indonesia di masa Orde Lama (Soekarno, 1945 – 1966) lebih banyak
konflik politiknya daripada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara
kaum borjuis, militer, PKI, parpol keagamaan dan kelompok – kelompok nasionalis
lainnya. Kondisi ekonomi saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya
inflasi yaitu mencapai 732% antara tahun 1964 – 1965 dan masih mencapai 697%
antara tahun 1965 – 1966.
Indonesia sejak tahun 1967, dibawah pemerintahan militer
(Soeharto, 1965 - 1998), menjadi pelaksana teori pertumbuhan Rostow dalam
melakukan pembangunan ekonominya. Dalam teori ini, ada lima tahap pertumbuhan
ekonomi yaitu, tahap pertama ‘Masyarakat Tradisional’ (The Traditional
Society), tahap kedua ‘Pra Kondisi untuk Tinggal Landas’ (The Preconditions for
Take-off), tahap ketiga ‘Tinggal Landas’ (The Take-off), tahap keempat ‘Menuju
Kedewasaan’ (The Drive to Maturity) dan tahap kelima ‘Konsumsi Massa Tinggi’
(The Age of High Mass-Consumption). Pembangunan di Indonesia dilaksanakan
secara berkala untuk waktu lima tahunan yang dikenal dengan PELITA (Pembangunan
Lima Tahunan). PELITA I (1 April 1969 – 31 Maret 1974) memprioritaskan sektor
pertanian dan industri, PELITA II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
memprioritaskan pembangunan ekonomi dengan dititikberatkan pada sektor
pertanian dan peningkatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan
baku. PELITA III (1 April 1979 – 31 Maret 1984) memprioritaskan pembangunan
ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan
dengan meningkatkan sektor industri yang mengolah bahan baku menjadi barang
jadi dalam rangka menyeimbangkan struktur ekonomi Indonesia. PELITA IV (1 April
1984 – 31 Maret 1989) memperioritaskan pembangunan ekonomi dengan titikberat
pada sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dengan meningkatkan
sektor industri yang menghasilkan mesin – mesin industri berat dan ringan,
pembangunan bidang politik, sosbud, pertahanan dan keamanan seimbang dengan
pembangunan ekonomi. PELITA V (1 April 1989 – 31 Maret 1999) memprioritaskan
pembangunan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian untuk memantapkan
swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian serta industri yang
menghasilkan barang ekspor, menyerap tenaga kerja, pegolahan hasil pertanian
dan menghasilkan mesin – mesin industri, meningkatkan pembangunan bidang
politik, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Namun pada tanggal 21 Mei 1998,
Indonesia mengalami Krisis Moneter yang membuat Soeharto lengser (runtuhnya
rezim Orde Baru). Indonesia belum sempat tinggal landas malah kemudian
meninggalkan landasannya hingga lupa pijakan ekonominya rapuh dan mudah hancur.
Masa Konfrontasi Masa Orde Lama
Namun keadaan ini hanya berlangsung sampai pada tahun 1958,
karena mulai saat itu terlihat kelesuan dan kemunduran perdagangan di Bursa.
Hal ini diakibatkan politik konfrontasi yang dilancarkan pemerintah RI terhadap
Belanda sehingga mengganggu hubungan ekonomi kedua negara dan mengakibatkan
banyak warga negara Belanda meninggalkan Indonesia. Perkembangan tersebut makin
parah sejalan dengan memburuknya hubungan Republik Indonesia dengan Belanda
mengenai sengketa Irian Jaya dan memuncaknya aksi pengambil-alihan semua
perusahaan Belanda di Indonesia, sesuai dengan Undang-undang Nasionalisasi No.
86 Tahun 1958.
Kemudian disusul dengan instruksi dari Badan Nasionalisasi
Perusahaan Belanda (BANAS) pada tahun 1960, yaitu larangan bagi Bursa Efek
Indonesia untuk memperdagangkan semua Efek dari perusahaan Belanda yang
beroperasi di Indonesia, termasuk semua Efek yang bernominasi mata uang
Belanda, makin memperparah perdagangan Efek di Indonesia. Tingkat inflasi pada
waktu itu yang cukup tinggi ketika itu, makin menggoncang dan mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pasar uang dan pasar modal, juga terhadap mata
uang rupiah yang mencapai puncaknya pada tahun 1966. Penurunan ini
mengakibatkan nilai nominal saham dan obligasi menjadi rendah, sehingga tidak
menarik lagi bagi investor. Hal ini merupakan pasang surut Pasar Modal
Indonesia pada zaman Orde Lama.
Penerapan Demokrasi Pada Masa
Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma
yang berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik
ideologi. Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh
kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari
masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama
adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem
kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada
masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu
periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966. Orde baru
berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari
Pancasila. Situasi internasional kala itu masih diliputi konflik perang dingin.
Situasi politik dan keamanan dalam negeri kacau dan ekonomi hampir bangkrut.
Indonesia dihadapkan pada pilihan yang sulit, memberikan sandang dan pangan
kepada rakyat atau mengedepankan kepentingan strategi dan politik di arena
internasional seperti yang dilakukan oleh Soekarno.
Seperti juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde
Lama, kini Orde Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang
juga berupaya mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak
rakyat mulai dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah.
Rakyat bebas untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik,
LSM, dan lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba.
Namun, sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan
kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya,
disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu
kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat
primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan
antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa
menjadi cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan
kekerasan.
Orde lama (Demokrasi
Terpimpin), terdiri dari beberapa kejadian penting
1.
Masa Pasca Kemerdekaan
(1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk,
antara lain disebabkan oleh:
a.
Inflasi yang sangat
tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak
terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga
mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata
uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
b.
Adanya blokade ekonomi
oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar
negeri RI.
c.
Kas negara kosong.
d.
Eksploitasi besar-besaran
di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
ekonomi, antara lain:
a.
Program Pinjaman
Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan
BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b.
Upaya menembus blokade
dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta
Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura
dan Malaysia.
c.
Konferensi Ekonomi
Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam
menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi
dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi
perkebunan-perkebunan.
d.
Pembentukan Planning
Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948, mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
e.
Kasimo Plan yang
intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan
yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik
(mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi
Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun
sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan
pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire
laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing
dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini
hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi,
antara lain:
a.
Gunting Syarifuddin,
yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah
uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b.
Program Benteng
(Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong
importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan
membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi
agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun
usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan
tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
c.
Nasionalisasi De
Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat
UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank
sirkulasi.
d.
Sistem ekonomi
Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e.
Pembatalan sepihak
atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual
perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih
perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi
Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus
pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem
ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi (mengikuti Mazhab Sosialisme). Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu
memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain:
a.
Devaluasi yang
diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b.
Pembentukan Deklarasi
Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara
terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian
Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c.
Devaluasi yang
dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan
angka inflasi. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu
diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada
masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga
sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem
demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur
(sosialis) baik dalam politik, eonomi, maupun bidang-bidang lain.
Masalah pemanfaatan
kekayaan alam.
Pada masa orde lama :
Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas. Jika Bangsa Indonesia
belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi dsb biarlah SDA
tetap berada di dalam perut bumi Indonesia. Kekayaan alam itu akan menjadi
tabungan anak cucu di masa depan. Biarlah anak cucu yang menikmati jika mereka
sudah mampu dan bisa. Jadi saat dipimpin Bung Karno, meski RI hidup miskin,
tapi Bung Karno tidak pernah menggadaikan (konsesi) tambang-tambang milik
bangsa ke perusahaan asing. Penebangan hutan pada masa Bung Karno juga amat
minim.
Kelebihan
dan kekurangan masa orde lama
Kelebihan
1.
Indonesia berhasil merebut
kembali Irian Barat dari Belanda melalui jalur diplomasi dan militer.
2.
Indonesia berhasil menginisiasi
berdirinya Gerakan Non- Blok melalui KTT Asia- Afrika di Bandung pada tahun
1955.
3.
Indonesia berhasil menunjukkan
eksistensi yang patut diperhitungkan oleh kedua blok raksaksa dunia pada masa
itu.
5.
Merupakan negara yang mempunyai
prinsip yang kuat
Kelemahan
1.
Sistem
demokrasi terpimpin.
2.
Situasi politik yang tidak
stabil terlihat dari banyaknya pergantian kabinet yang mencapai 7 pergantian
kabinet yaitu:
·
1950-1951-Kabinet Natsir
·
1951-1952-Kabinet
Sukiman-Suwirjo
·
1952-1953-Kabinet Wilopo
·
1953-1955-Kabinet Ali
Sastroamidjojo I
·
1955-1956-Kabinet Burhanuddin
Harahap
·
1956-1957-Kabinet Ali
Sastroamidjojo II
·
1957-1959-Kabinet Djuanda
3.
Pertentangan ideologi antara
nasionalis, agama dan komunis (NASAKOM).
4.
Tidak adanya kesepakatan antara
Dewan Konstituante dan DPR untuk memutuskan apakah akan diberlakukan UUD yang
baru atau kembali menggunakan UUD 1945.
5.
Terjadinya inflasi yang
mengakibatkan harga kebutuhan pokok menjadi tinggi.
6.
Membubarkan DPR oleh presiden
(soekarno)
Sejarah dan Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Tujan
Hai kali ini
mengenai dekrit presiden 5 juli 1959 yang membahas mengenai, isi konsepsi, isi
dekrit presiden, alasan dikeluarkan dekrit presiden atau latar belakang
dikeluarkan dekrit presiden, tujuan dekrit presiden, dan dampak dekrit presiden
baik positif dan negatif. Berikut Sejarah
dekrit presiden antara lain
sebagai berikut:
Penjelasan Dekrit Preisden (5 Juli 1959), Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat
selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan Konstituante. Badan Ini
bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan
Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di negara kita diterapkan
Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai
politik seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di
daerah-daerah mengalami kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti
Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Banteng
di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung Mangkurat
di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin memisahkan diri.
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21
Februari 1957 mengemukakan konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai
berikut....
Isi Konsepsi Presiden
- Sistem
Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
- Akan
dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menteriflya terdiri atas
orang-orang dan empat partai besar (PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
- Pembentukan
Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam
masyarakat. Dewan mi bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta
maupun tidak.
Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak
konsepsi ini dan berpenadapat bahwa merubah susunan ketatanegaraan secara
radikal harus diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin
hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan Darurat Perang bagi seluruh
wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan
pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan aman maka Konstituante mulai
bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante in
berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun,
yakni sejak sidang pertama di Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir
tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan hasil yakni untuk
merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.
Perdebatan-perdebatan
itu semakin memuncak ketika akan menetapkan dasar negara. Persoalan yang
menjadi penyebabnya adalah adanya dua kelompok yakni kelompok partai-partai
Islam yang menghendaki dasar negara Islam dan kelompok partai-partai hon-Islam
yang menghendaki dasar negara Pancasila. Kelompok pendukung Pancasila mempunyai
suara lebih besar dari pada golongan Islam akan tetapi belum mencapai mayoritas
2/3 suara untuk mengesahkan suatu keputusan tentang Dasar Negara (pasal 137 UUD
S 1950). Pada tanggal 22 April 1959 di hadapan Konstituante, Presiden Soekarno
berpidato yang isinya menganjurkan untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar
1945. Pihak yang pro dan militer mendesak kepada Presiden Soekarno untuk segera
mengundangkan kembali Undang-Undang Dasar 1945 melalui dekrit. Akhirnya pada
tanggal 5 juli 1959 Presiden Soekarno menyampaikan dekrit kepada seluruh rakyat
Indonesia. Adapun isi dekrit presiden tersebut adalah :
Isi Dekrit Presiden (5 Juli 1959)
- Pembubaran
konstituante
- Berlakunya
kembali UUD1945,
- Tidak
berlakunya lagi UUD S 1950
- Pemakluman
bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu
sesingkat-singkatnya
Pengaruh Dekrit Presiden
Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita memiliki kekuatan
hukum untuk menyelamatkan negara dan bangsa Indonesia dan ancaman
perpecahan.Sebagai tindak lanjut dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka
dibentuklah beberapa lembaga negara yakni: Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS), Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR - GR). Dalam pidato Presiden Soekarno
berpidato pada tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi
Kita”. Pidato yang terkenal dengan sebutan “Manifesto Politik Republik
Indonesia” (MANIPOL) ini oleh DPAS dan MPRS dijadikan sebagai Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN).
Menurut Presiden
Soekarno bahwa inti dan Manipol ini adalah Undang- Undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia. Kelima inti manipol ini sering disingkat USDEK. Dengan demikian
sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 memiliki pengaruh yang besar
dalam kehidupan bemegara ini baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial
budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara harus berintikan Nasakom
yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah
menerapkan ekonomi terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang
impor hanya dikuasai orang- orang yang mempunyai hubungan dekat dengan
pemerintah. Sedangkan dalam bidang sosial budaya, pemerintah melarang
budaya-budaya yang berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru
atau Neo Kolonialis dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah
lebih condong ke Blok Timur.
Alasan atau Latar Belakang dikeluarkannya Dekrit Presiden
- Kegagalan
konstituante dalam menetapkan undang-undang dasar sehingga membawa
Indonesia ke jurang kehancuran sebab Indonesia tidak mempunyai pijakan
hukum yang mantap.
- Situasi
politik yang kacau dan semakin buruk
- Konflik
antar partai politik yang mengganggu stabilitas nasional
- Banyaknya
partai dalam parlemen yang saling berbeda pendapat
- Masing-masing
partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan
partainya tercapai.
- Undang-undang
Dasar yang menjadi pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat
sedangkan Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950) dengan sistem
pemerintahan demokrasi liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia.
- Terjadinya
sejumlah pemberontakan di dalam negeri yang semakin bertambah gawat bahkan
menjurus menuju gerakan sparatisme.
Tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Tujuan dikeluarkan
dekrit Presiden Ialah Untuk Menyelesaikan Problem atau masalah yang menimpa
negara indonesia semakin tidak menentu dan tak terkendali bertujuan
menyelamatkan negara
Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959
a. Dampak Positif
1.
Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 bagi kelangsungan negara.
2.
Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik berkepanjangan.
3. Merintis pembentukan lembaga
tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi negara berupa DPAS yang selama
masa Demokrasi Parlemen tertertunda pembentukannya.
b. Dampak Negatif
1.
Memberi kekeuasaan yang besar pada presiden, MPR,dan lembaga
tinggi negara. Hal itu terlihat pada masa Demokrasi terpimpin dan berlanjut
sampai Orde Baru.
2.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Sejak Dekrit, militer terutama Angkatan Darat menjadi kekuatan politik yang
disegani. Hal itu semakin terlihat pada masa Orde Baru dan tetap terasa sampai
sekarang.
3.
Ternyata UUD 1945 tidak dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
UUD 45 yang harusnya menjadi dasar hukum konstitusional penyelenggaraan
pemerintahan pelaksanaannya hanya menjadi slogan-slogan kosong belaka
Berakhirnya Orde Lama
Setelah turunnya presiden soekarno dari tumpuk kepresidenan maka
berakhirlah orde lama.kepemimpinan disahkan kepada jendral soeharto mulai
memegang kendali.pemerintahan dan menanamkan era kepemimpinanya sebagai orde
baru konsefrasi penyelenggaraan sistem pemerintahan dan kehidupan demokrasi
menitipberatkan pada aspek kestabilan politik dalam rangka menunjang
pembangunan nasional.untuk mencapai titik-titik tersebut dilakukanlah upaya
pembenahan sistem keanekaragaman dan format politik yang pada prinsipnya
mempunyai sejumlah sisi yang menonjol.yaitu;
1.
adanya konsep difungsi
ABRI
2.
pengutamaan golonga
karya
3.
manifikasi kekuasaan
di tangan eksekutif
4.
diteruskannya sistem
pengangkatan dalam lembaga-lembaga pendidikan pejabat
5.
kejaksaan depolitisan
khususnya masyarakat pedesaan melalui konsep pasca mengembang (flating mass)
6.
karal kehidupan pers
konsep diafungsiABRI pada masa itu secara inplisit sebelumnya
sudah ditempatkan oleh kepala staf angkatan darat. Mayjen A.H.Nasution tahun
1958 yaitu dengan konsep jalan tengah prinsipnya menegaskan bahwaperan tentara
tidak terbatas pada tugas profesional militer belaka melainkan juga mempunyai
tugas-tugas di bidang sosial politik dengan konsep seperti inilah dimungkinkan
dan bhakan menjadi semacam kewajiban jikalau militer berpartisipasi di bidang
politik penerapan, konjungsi ini menurut pennafsiran militer dan penguasa orde baru
memperoleh landasan yuridi konstitusional di dalam pasal 2 ayat 1 UUD 1945 yang
menegaskan majelis permusyawaratan rakyat.