TRIAS
POLITIKA
Teori Pembagian
Kekuasaan Menurut Trias Politika
Pengertian
Trias Politika merupakan konsep
pemerintahan yang kini banyak dianut diberbagai negara di aneka belahan dunia.
Konsep dasarnya adalah, kekuasaan di suatu negara tidak boleh dilimpahkan pada
satu struktur kekuasaan politik melainkan harus terpisah di lembaga-lembaga
negara yang berbeda. Trias Politika yang kini banyak
diterapkan adalah, pemisahan kekuasaan kepada 3 lembaga berbeda: Legislatif,
Eksekutif, dan Yudikatif.
Legislatif
adalah lembaga untuk membuat undang-undang; Eksekutif adalah lembaga yang
melaksanakan undang-undang; dan Yudikatif adalah lembaga yang mengawasi
jalannya pemerintahan dan negara secara
keseluruhan, menginterpretasikan undang-undang jika ada sengketa, serta
menjatuhkan sanksi bagi lembaga ataupun perseorangan manapun yang melanggar
undang-undang. Dengan terpisahnya 3 kewenangan di 3 lembaga yang berbeda
tersebut, diharapkan jalannya pemerintahan negara tidak timpang, terhindar dari
korupsi pemerintahan oleh satu lembaga, dan akan memunculkan mekanisme check
and balances (saling koreksi, saling mengimbangi). Kendatipun demikian,
jalannya Trias Politika di tiap negara tidak selamanya serupa, mulus atau tanpa
halangan.
Sejarah Trias Politika
Pada
masa lalu, bumi dihuni masyrakat pemburu primitif yang biasanya mengidentifikasi
diri sebagai suku. Masing-masing suku dipimpin oleh seorang kepala suku yang
biasanya didasarkan atas garis keturunan ataupun kekuatan fisik atau nonfisik
yang dimiliki. Kepala suku ini memutuskan seluruh perkara yang ada di suku
tersebut. Pada perkembangannya, suku-suku kemudian memiliki sebuah dewan yang
diisi oleh para tetua masyarakat. Contoh dari dewan ini yang paling kentara
adalah pada dewan-dewan Kota Athena (Yunani). Dewan ini sudah menampakkan 3
kekuasaan Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Bahkan di Romawi Kuno, sudah ada perwakilan daerah yang disebut Senat, lembaga
yang mewakili aspirasi daerah-daerah. Kesamaan dengan Indonesia sekarang adalah
Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Namun,
keberadaan kekuasaan yang terpisah, misalnya di tingkat dewan kota tersebut
mengalami pasang surut. Tantangan yang terbesar adalah persaingan dengan
kekuasaan monarki atau tirani. Monarki atau
Tirani adalah kekuasaan absolut yang berada di tangan satu orang
raja. Tidak ada kekuasaan yang terpisah di keduanya. Pada abad Pertengahan
(kira-kira tahun 1000 – 1500 M), kekuasaan politik menjadi persengketaan antara
Monarki (raja/ratu), pimpinan gereja, dan kaum bangsawan. Kerap kali Eropa kala
itu, dilanda perang saudara akibat sengketa kekuasaan antara tiga kekuatan
politik ini. Sebagai koreksi atas ketidakstabilan politik ini, pada tahun 1500
M mulai muncul semangat baru di kalangan intelektual Eropa untuk mengkaji ulang
filsafat politik yang berupa melakukan pemisahan kekuasaan. Tokoh-tokoh seperti
John Locke, Montesquieu, Rousseau, Thomas Hobbes, merupakan contoh dari
intelektual Eropa yang melakukan kaji ulang seputar bagaimana kekuasaan di
suatu negara/kerajaan harus diberlakukan.
Untuk
keperluan mata kuliah ini, cukup akan diberikan gambaran mengenai 2 pemikiran
intelektual Eropa yang berpengaruh atas konsep Trias Politika. Pertama adalah
John Locke yang berasal dari Inggris, sementara yang kedua adalah Montesquieu,
dari Perancis.
Teori
Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke (1632-1704)
Pemikiran John
Locke mengenai Trias Politika ada di dalam Magnum Opus (karya besar) yang ia
tulis dan berjudul Two Treatises of Government yang terbit tahun 1690. Dalam
karyanya tersebut, Locke menyebut bahwa fitrah dasar manusia adalah “bekerja
(mengubah alam dengan keringat sendiri)” dan “memiliki milik
(property)." Oleh sebab itu, negara yang baik harus dapat melindungi
manusia yang bekerja dan juga melindungi milik setiap orang yang diperoleh
berdasarkan hasil pekerjaannya tersebut. Mengapa Locke menulis sedemikian
pentingnya masalah kerja ini?
Dalam
masa ketika Locke hidup, milik setiap orang, utamanya bangsawan, berada dalam
posisi yang rentan ketika diperhadapkan dengan raja. Kerap kali raja secara
sewenang-wenang melakuka akuisisi atas milik para bangsawan dengan dalih
beraneka ragam. Sebab itu, kerap kali kalangan bangsawan mengadakan perang
dengan raja akibat persengkataan milik ini, misalnya peternakan, tanah, maupun
kastil. Negara ada dengan tujuan utama melindungi milik pribadi dari serangan
individu lain, demikian tujuan negara versi Locke. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, perlu adanya kekuasaan terpisah, kekuasaan yang tidak melulu di
tangan seorang raja/ratu. Menurut Locke, kekuasaan yang harus dipisah tersebut
adalah Legislatif, Eksekutif dan Federatif.
Kekuasaan
Legislatif adalah kekuasaan untuk membuat undang-undang. Hal penting yang harus
dibuat di dalam undang-undang adalah bahwa masyarakat ingin menikmati miliknya
secara damai. Untuk situasi ‘damai’ tersebut perlu terbit undang-undang yang
mengaturnya. Namun, bagi John Locke, masyarakat yang dimaksudkannya bukanlah
masyarakat secara umum melainkan kaum bangsawan. Rakyat jelata tidak masuk ke
dalam kategori stuktur masyarakat yang dibela olehnya. Perwakilan rakyat versi
Locke adalah perwakilan kaum bangsawan untuk berhadapan dengan raja/ratu
Inggris. Eksekutif adalah kekuasaan untuk melaksanakan amanat undang-undang.
Dalam hal ini kekuasaan Eksekutif berada di
tangan raja/ratu Inggris. Kaum bangsawan tidak melaksanakan
sendiri undang-undang yang mereka buat, melainkan diserahkan ke tangan
raja/ratu. Federatif adalah kekuasaan menjalin hubungan dengan negara-negara
atau kerajaan-kerajaan lain. Kekuasaan ini mirip dengan Departemen Luar Negara
di masa kini. Kekuasaan ini antara lain untuk membangun liga perang, aliansi
politik luar negeri, menyatakan perang dan damai, pengangkatan duta besar, dan
sejenisnya. Kekuasaan ini oleh sebab alasan kepraktisan, diserahkan kepada
raja/ratu Inggris.
Dari
pemikiran politik John Locke dapat ditarik satu simpulan, bahwa dari 3
kekuasaan yang dipisah, 2 berada di tangan raja/ratu dan 1 berada di tangan
kaum bangsawan. Pemikiran Locke ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian
Trias Politika di masa kini. Pemikiran Locke kemudian disempurnakan oleh rekan
Perancisnya, Montesquieu.
Montesquieu
(nama aslinya Baron Secondat de Montesquieu) mengajukan pemikiran politiknya
setelah membaca karya John Locke. Buah pemikirannya termuat di dalam magnum
opusnya, Spirits of the Laws, yang terbit tahun 1748. Sehubungan dengan konsep pemisahan kekuasaan, Montesquieu menulis
sebagai berikut : “Dalam tiap pemerintahan ada tiga macam kekuasaan: kekuasaan
legislatif; kekuasaan eksekutif, mengenai hal-hal yang berkenan dengan dengan
hukum antara bangsa; dan kekuasan yudikatif yang mengenai hal-hal yang
bergantung pada hukum sipil. Dengan kekuasaan pertama, penguasa atau
magistrat mengeluarkan hukum yang telah dikeluarkan. Dengan kekuasaan
kedua, ia membuat damai atau perang, mengutus atau menerima duta, menetapkan
keamanan umum dan mempersiapkan untuk melawan invasi. Dengan kekuasaan ketiga,
ia menghukum penjahat, atau memutuskan pertikaian antar individu- individu.
Yang akhir ini kita sebut kekuasaan yudikatif, yang lain kekuasaan eksekutif
negara.
Dengan
demikian, konsep Trias Politika yang banyak diacu oleh negara- negara di dunia
saat ini adalah Konsep yang berasal dari pemikir Perancis ini. Namun, konsep
Trias Politika ini terus mengalami persaingan dengan konsep- konsep kekuasaan
lain semisal Kekuasaan Dinasti (Arab Saudi), Wilayatul Faqih (Iran), Diktatur
Proletariat (Korea Utara, Cina, Kuba).
Teori-teori dalam Trias Politica
Teori teori dalam Trias Politika di
dasari dengan teori fungsi legislatif, fungsi eksekutif, fungsi yudikatif baik
teori oleh Locke maupun Montesqiueu.
a.
Lembaga
Legislatif
Dilihat dari kata Legislate yang bermakna lembaga yang
bertugas membuat undang-undang. Namun tidak hanya sebatas membuat
undang-undang, melainkan juga merupakan wakil rakyat atau badan parlemen.
Pernyataan ini didasari oleh teori kedaulatan rakyat yaitu teori yang bertentangan
dengan teori monarki dan absolutisem. Jadi hakikatnya badan legislatif
digunakan untuk mencegah terjadinya tindakan sikap absolut dari pemerintah
pusat atau presiden. Adapun fungsi dari badan legislatif sebagai
berikut:
1. Question Hour/Pertanyaan Parlemen
Anggota
legislatif diizinkan mengajukan pertanyaan kepada pemerintahn pusat mengenai
hal-hal yang perlu ditanyakan yang jelasnya berkaitan dengan nasib rakyat.
2. Interpelasi
Hak
anggota legislatif untuk meminta keterangan pada kebijakan pemerintah pusat terutama
yang telah dilaksanakan di lapangan.
3. Engquete/Angket
Hak
untuk anggota legislatif untuk melakukan penyelidikan sendiri dengan cara
membentuk panitia penyelidik.
4. Mosi
Hak
kontrol yang memiliki potensi besar untuk menjatuhkan lembaga eksekutif.
b.
Lembaga
Eksekutif
Secara
umum arti lembaga eksekutif adalah pelaksanaan pemerintah yang dikepalai oleh
presiden yang dibantu pejabat, pegawai negeri, baik sipil maupun militer.
Sedangkan wewenang menurut Meriam Budiardjo mencangkup beberapa bidang:
·
Diplomatik:
menyelenggarakan hubungan diplomatik dengan negara-negara lainnya.
·
Administratif:
melaksanakan peraturan serta perundang-undangan dalam administrasi negara.
·
Militer:
mengatur angkatan bersenjata, menjaga keamanan negara dan melakukan perang bila
di dalam keadaan yang mendukung.
·
Legislatif:
membuat undang-undang bersama dewan perwakilan.
·
Yudikatif:memberikan
grasi dan amnesti
v Tipe Lembaga eksekutif terbagi
menjadi dua, yakni:
1. Hareditary Monarch yakni
pemerintahan yang kepala negaranya dipilih berdasarkan keturunan. Contohnya
adalah Inggris dengandipilihnya kepala negara dari keluarga kerajaan.
2. Elected Monarch adalah kepala negara
biasanya president yang dipilih oleh badan legislatif ataupun lembaga
pemilihan.
v Sistem Lembaga Eksekutif terbagi
menjadi dua:
1. Sistem Pemerintahan Parlementer
Kepala
negara dan kepala pemerintahan terpisah. Kepala pemerintahan dipimpin oleh
perdana menteri, sedangkan kepala negara dipimpin oleh presiden. Tetapi kepala
negara disini hanya berfungsi sebagai simbol suatu negara yang berdaulat.
2. Sistem Pemerintahan Presidensial
Kepala
pemerintahan dan kepala negara, keduanya dipengang oleh presiden.
c.
Lembaga
Yudikatif
Lembaga
ini merupakan lembaga ketiga dari tatanan politik Trias Politica yang
berfungsi mengontrol seluruh lembaga negara yang menyimpang atas hukum yang
berlaku pada negara tersebut. Fungsi Lembaga Yudikatif adalah sebagai
alat penegakan hukum, penyelesaian penyelisihan, hak menguji apakah peraturan
hukum sesuai atau tudak dengan UUD dan landasan Pancasila, serta sebagai hak
penguji material.
Konsep Trias Politica
Konsep Trias Politica atau
pembagian kekuasaan menjadi tiga pertama kali dikemukakan oleh John Locke dalam
karyanya Treatis of Civil Government (1690) dan kemudian oleh Baron Montesquieu
dalam karyanya L'esprit des Lois (1748). Konsep ini adalah yang hingga kini
masih berjalan di berbagai negara di dunia. Trias Politica memisahkan tiga
macam kekuasaan:
1. Kekuasaan Legislatif tugasnya adalah
membuat undang-undang
2. Kekuasaan Eksekutif tugasnya
adalah melaksanakan undang-undang
3. Kekuasaan Yudikatif tugasnya adalah
mengadili pelanggaran undang-undang
Pembagian Konsep Trias Politica
Dari pemikiran politik John Locke
dapat ditarik satu simpulan, bahwa terdiri dari tiga kekuasaan yang
dipisah, yakni dua berada di tangan raja atau ratu
dan satu berada di tangan kaum
bangsawan. Pembagian konsep Trias Politica pemikiran John Locke
ini belum sepenuhnya sesuai dengan pengertian Trias Politica di
masa kini.
Pemikiran Locke kemudian disempurkan
oleh rekan Perancisnya, Montesquieu. Pembagiankonsep Trias
Politica menurut Montesquieu terbagi menjadi tiga kekuasaan yang
terdiri dari kekuasaan yang mengatur dan menetukan peraturan, kekuasaan yang
melaksanakan peraturan, dan kekuasaan yang mengawasi peraturan. Adapun
pendistribusian dari ketiga macam kekuasaan tersebut diatur oleh badan-badan
pemerintahan yang berbeda. Kekuasaan untuk yang mengatur dan menentukan
peraturan diberikan kepada badan legislatif, dan kekuasaan yang melaksanakan
peraturan diberikan kepada badan eksekutif, serta kekuasaan yang mengawasi
peraturan diberikan kepada badan yudikatif.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Legislatif
Legislatif
adalah struktur politik yang fungsinya membuat undang-undang. Di masa kini,
lembaga tersebut disebut dengan Dewan Perwakilan Rakyat (Indonesia), House of
Representative (Amerika Serikat), ataupun House of Common (Inggris).
Lembaga-lembaga ini dipilih melalui mekanisme pemilihan umum yang diadakan
secara periodik dan berasal dari partai-partai politik. Melalui apa yang dapat
kami ikhtisarkan dari karya Michael G. Roskin, et.al, termaktub beberapa fungsi
dari kekuasaan legislatif sebagai berikut : Lawmaking, Constituency Work,
Supervision and Critism Government, Education, dan Representation.
Lawmaking
adalah fungsi membuat undang-undang. Di Indonesia, undang-undang yang dikenal
adalah Undang-undang Ketenagakerjaan, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang Guru Dosen, Undang-undang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Undang-undang ini dibuat oleh DPR setelah memperhatikan masukan dari level
masyarakat.
Constituency Work adalah fungsi badan legislatif
untuk bekerja bagi para pemilihnya. Seorang anggota DPR/legislatif biasanya
mewakili antara 100.000 s/d 400.000 orang di Indnesia. Tentu saja, orang yang
terpilih tersebut mengemban amanat yang sedemikian besar dari sedemikian banyak
orang. Sebab itu, penting bagi seorang anggota DPR untuk melaksanakan amanat,
yang harus ia suarakan di setiap kesempatan saat ia bekerja sebagai anggota
dewan. Berat bukan?
Supervision and Criticism Government, berarti fungsi legislatif untuk
mengawasi jalannya pelaksanaan undang-undang oleh presiden/perdana menteri, dan
segera mengkritiknya jika terjadi ketidaksesuaian. Dalam menjalankan fungsi
ini, DPR melakukannya melalui acara dengar pendapat, interpelasi, angket,
maupun mengeluarkan mosi kepada presiden/perdana menteri.
Education, adalah fungsi DPR untuk memberikan
pendidikan politik yang baik kepada masyarakat. Anggota DPR harus memberi
contoh bahwa mereka adalah sekadar wakil rakyat yang harus menjaga amanat dari
para pemilihnya. Mereka harus selalu memberi pemahaman kepada masyarakat
mengenai bagaimana cara melaksanakan kehidupan bernegara yang baik. Sebab,
hampir setiap saat media massa meliput tindak-tanduk mereka, baik melalui layar
televisi, surat kabar, ataupun internet.
Representation, merupakan fungsi dari anggota
legislatif untuk mewakili pemilih. Seperti telah disebutkan, di Indonesia,
seorang anggota dewan dipilih oleh sekitar 300.000 orang pemilih. Nah,
ke-300.000 orang tersebut harus ia wakili kepentingannya di dalam konteks
negara. Ini didasarkan oleh konsep demokrasi perwakilan. Tidak bisa kita
bayangkan jika konsep demokrasi langsung yang diterapkan, gedung DPR akan penuh
sesak dengan 300.000 orang yang datang setiap hari ke Senayan. Bisa-bisa hancur
gedung itu. Masalah yang muncul adalah, anggota dewan ini masih banyak yang
kurang peka terhadap kepentingan para pemilihnya. Ini bisa kita lihat dari
masih banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang muncul di aneka isu politik.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Eksekutif
Eksekutif
adalah kekuasaaan untuk melaksanakan undang-undang yang dibuat oleh Legislatif.
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya adalah : Chief of state,
Head of government, Party chief, Commander in chief, Chief diplomat, Dispenser
of appointments, dan Chief legislators. Eksekutif di era modern negara biasanya
diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri. Chief of State artinya kepala
negara, jadi seorang Presiden atau Perdana Menteri merupakan kepada suatu
negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan seorang Presiden atau Perdana
Menteri, berarti tindakan dari negara yang bersangkutan. Fungsi sebagai kepala
negara ini misalnya dibuktikan dengan memimpin upacara, peresmian suatu
kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian konflik, dan sejenisnya.
Head of Government, artinya adalah kepala
pemerintahan. Presiden atau Perdana Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif
sehari-hari. Misalnya mengangkat menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan
negara lain, terlibat dalam keanggotaan suatu lembaga internasional,
menandatangi surat hutang dan pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya.
Di dalam tiap negara, terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara
dengan kepala pemerintahan. Di Inggris, kepala negara dipegang oleh Ratu
Inggris, demikian pula di Jepang. Di kedua negara tersebut kepala pemerintahan
dipegang oleh Perdana Menteri. Di Indonesia ataupun Amerika Serikat, kepala
negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden.
Party Chief berarti seorang kepala
eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari suatu partai yang menang pemilu.
Fungsi sebagai ketua partai ini lebih mengemuka di suatu negara yang menganut
sistem pemerintahan parlementer. Di dalam sistem parlementer, kepala
pemerintahan dipegang oleh perdana menteri yang berasal dari partai yang menang
pemilu. Namun, di negara yang menganut sistem pemerintahan presidensil
terkadang tidak berlaku kaku demikian. Di masa pemerintahan Gus Dur (di
Indonesia) menunjukkan hal tersebut. Gus Dur berasal dari partai yang hanya
memenangkan 9% suara di Pemilu 1999, tetapi ia menjadi presiden. Selain itu, di
sistem pemerintahan parlementer, terdapat hubungan yang sangat kuat antara
eksekutif dan legislatif oleh sebab seorang eksekutif dipilih dari komposisi
hasil suara partai dalam pemilu. Di sistem presidensil, pemilu untuk memilih
anggota dewan dan untuk memilih presiden terpisah.
Commander in Chief adalah fungsi mengepalai
angkatan bersenjata. Presiden atau perdana menteri adalah pimpinan tertinggi
angkatan bersenjata. Seorang presiden atau perdana menteri, meskipun tidak
memiliki latar belakang militer memiliki peran ini. Namun, terkadang terdapat
pergesekan dengan pihak militer jika yang menjadi presiden ataupun perdana
menteri adalah orang bukan kalangan militer. Sekali lagi, ini pernah terjadi di
era Gus Dur, di mana banyak instruksi-instruksinya kepada pihak militer tidak
digubris pihak yang terakhir, terutama di masa kerusuhan sektarian (agama) yang
banyak terjadi di masa pemerintahannya.
Chief Diplomat, merupakan fungsi eksekutif untuk
mengepalai duta-duta besar yang tersebar di perwakilan negara di seluruh dunia.
Dalam pemikiran trias politika John Locke, termaktub kekuasaan federatif, kekuasaan
untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Demikian pula di konteks aplikasi
kekuasaan eksekutif saat ini. Eksekutif adalah pihak yang mengangkat duta besar
untuk beroperasi di negara sahabat, juga menerima duta besar dari negara lain.
Dispensen Appointment merupakan fungsi eksekutif
untuk menandatangani perjanjian dengan negara lain atau lembaga internasional.
Dalam fungsi ini, penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri,
ataupun anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau
perdana menteri.
Chief Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk
mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat
undang-undang berada di tangan DPR, tetapi di dalam sistem tata negara
dimungkinkan lembaga eksekutif mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang
oleh sebab tantangan riil dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui
oleh pihak yang sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.
Fungsi-fungsi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan
Yudikatif berwenang menafsirkan isi undang-undang maupun memberi sanksi atas
setiap pelanggaran atasnya. Fungsi-fungsi Yudikatif yang bisa dispesifikasikan
kedalam daftar masalah hukum berikut: Criminal law (petty
offense, misdemeanor,felonies); Civil law (perkawinan,
perceraian, warisan, perawatan anak); Constitution law(masalah
seputar penafsiran kontitusi); Administrative law (hukum yang
mengatur administrasi negara); International law (perjanjian
internasional).
Criminal Law, penyelesaiannya
biasanya dipegang oleh pengadilan pidana yang di Indonesia sifatnya berjenjang,
dari Pengadilan Negeri (tingkat kabupaten), Pengadilan Tinggi (tingkat
provinsi, dan Mahkamah Agung (tingkat nasional). Civil law juga biasanya
diselesaikan di Pengadilan Negeri, tetapi khusus umat Islam biasanya dipegang
oleh Pengadilan Agama.
Constitution Law, kini penyelesaiannya ditempati
oleh Mahkamah Konstitusi. Jika individu, kelompok, lembaga-lembaga negara
mempersoalkan suatu undang-undang atau keputusan, upaya penyelesaian
sengketanya dilakukan di Mahkamah Konstitusi.
Administrative Law, penyelesaiannya dilakukan di
Pengadilan Tata Usaha Negara, biasanya kasus-kasus sengketa tanah, sertifikasi,
dan sejenisnya.
International Law, tidak diselesaikan oleh badan
yudikatif di bawah kendali suatu negara melainkan atas nama Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB).
Pengawasan terhadap Trias Politica
Dalam rangka menjamin bahwa masing-
masing kekuasaan tidak melampaui batas kekuasaannya maka diperlukan suatu
sistem checks and balances system (sistem pengawasan dan
keseimbangan). Dalam checks and balances system, masing-masing
kekuasaan saling mengawasi dan mengontrol. Checks and balances system merupakan
suatu mekanisme yang menjadi tolak ukur kemapanan konsep negara hukum dalam
rangka mewujudkan demokrasi.
Prinsip Check and Balance
Upaya pengawasan dan keseimbangan
antara badan-badan yang mengatur Trias Politicamemiliki prinsip-prinsip
dengan berbagai macam fariasi, misalnya:
a. The four branches: legislatif, eksekutif, yudikatif,
dan media. Di sini media di gunakan sebagai bagian kekuatan demokrasi keempat
karena media memiliki kemampuan kontrol, dan memberikan informasi.
b. Di Amerika Serikat, tingkat
negara bagian menganut Trias Politica sedangkat tingkat negara
adalah badan yudikatif.
c. Di Korea Selatan, dewan lokal tidak
boleh intervensi
d. Sementara itu, di Indonesia, Trias
Politica tidak di tetapkan secara keseluruhan. Legislatif di isi
dengan DPR, eksekutif di isi dengan jabatan presiden, dan yudikatif oleh
mahkamah konstitusi dan mahkamah agung.
Contoh Negara yang Menerapkan Check
and Balance
Di Amerika
Serikat sebagai kiblat konsep checks and balances system, dalam hal
pelaksanaan fungsi kontrol kekuasaan Eksekutif terhadap Legislatif, Presiden diberi
kewenangan untuk memveto rancangan undang- undang yang telah diterima olehCongress (semacam
MPR), akan tetapi veto tersebut dapat dibatalkan oleh Congressdengan
dukungan 2/3 suara dari House of Representative (semacam DPR)
dan Senate(semacam lembaga utusan negara bagian)
0 comments:
Post a Comment